“Apa anti sudah jelas dengan tugas di bazar minggu depan ?” Yusuf menyudahi penjelasannya dengan pertanyaan. Hening. Tak ada jawaban. Gadis berambut hitam sebahu yang sejak tadi berdiri di hadapannya tidak merespon.
“Rara?”
Rara tergeragap“Eh, i..iya mas. Mm.... Maaf, mas tadi ngomong apaan, sih?”
Yusuf menghela napas, panjang.
“Apa anti sudah jelas dengan tugas di bazar minggu depan ?” Ia mengulangi pertanyaannya. Kali ini dengan memberikan penekanan pada suaranya.
Rara mengangguk,”Iya, Insya allah. Mas, aku… boleh nanya nggak?”Rara bertanya dengan harap-harap cemas. Kedua manik matanya tidak terlepas dari wajah teduh milik Yusuf.
Yusuf mengangguk.”Iya, silahkan.”
“Mas Yusuf, kenapa sih, mas dari tadi nunduk terus? Perasaan nggak ada uang jatuh deh,” tanya Rara heran.
“Nggak ada apa-apa kok. Ya udah ana pulang dulu. Assalamualaykum” Yusuf bergegas meninggalkan Rara yang terbengong-bengong.
***
“Mbak Asma, mas Yusuf itu orangnya aneh ya! Masa’ kalau ngomong kepalanya nunduk melulu. Udah gitu nggak mau ngeliat lawan bicaranya lagi. Aku kan ngerasa dicuekin!”Rara menumpahkan kekesalannya pada asma, kakak kelasnya.
Gadis berjilbab yang juga sekretaris harian Rohis itu tersenyum. “Itu namanya ghadul bashar,” ujarnya kalem.
“Apa, Mbak? Ghadul Bongsor ?”
“Bashar”
“O… apaan tuh , Mbak ?”Rara tambah penasaran
“Gadhul bashar itu berarti menjaga atau menundukkan pandangan, biasanya sama lawan jenis”
“Buat apan ? ”
“Biar terhindar dari penyakit hati.”
“Maksudnya?”
“Naksir lawan jenis.”
“Ya… berarti mas Yusuf nggak pacaran, dong. Baru kali ini aku lihat ada mantan cover boy yang nggak pacaran,”Rara manyun. Bibirnya maju beberapa centi.
Asma tersenyum geli melihat ulah adik kelasnya itu. Rara memang suka begitu. Apalagi kalau berada di rumah Asma seperti sekarang ini, sifat manjanya kumat. Meskipun hanya adik kelas, tetapi bagi Asma, Rara bagaikan adik kandungnya. Asma sendiri tidak tahu kenapa dirinya bisa merasa seperti itu.
“Kan emang gitu, dek, aturannya. Nah, di situlah letak pentingnya ghadul bashar.Biar terhindar dari penyakit hati, apalagi kalau orangnya cakep. Bahaya, dek!”
“Iya Mbak. Mas Yusuf memang cakep. Sayang dia ga pacaran, coba kalo mau pacaran. Aku maul lho jadi pacarnya….”
“Rara ?” Asma tersentak kaget . Sedangkan Rara tertawa terbahak- bahak.
***
“Assalamulaikum mas Yusuf yang ghadul bashar,”tegur Rara saat berpapasan dengan Yusuf di halaman sekolah.
“Waalaikumussalam warahmah,”jawab Yusuf sambil berlalu.
“Eh, mas. Tunggu sebentar!”Rara memanggil Yusuf.
Yang dipanggil menghentikan langkah,”Ada apa?”
“Ada yang beda deh dengan muka mas. Ternyata mas Yusuf makin cakep kalau lagi ghadul bashar. Membuat cewek yang lihat jadi penasaran,”Rara memandangi wajah kakak kelasnya itu. Seperti anak kecil yang penasaran dengan mainan barunya. Yusuf semakin tertunduk, dalam.
“Ada yang lain? Yang mungkin jauh lebih penting?”Tanyanya sambil tetap ghadul bashar dan istighfar berkali-kali.
“Nggak.”Jawab Rara singkat.
“Yes! Akhirnya aku bisa ngomong lagi sama mas Yusuf, mantan cover boy terkenal!Mas Yusuf.…mas Yusuf, jadi orang kok cakep bener, sih!”Ujarnya sesaat setelah Yusuf berlalu.
***
“Mas Yusuf!”Rara menghampiri Yusuf di teras masjid.
Yusuf yang barusan solat dhuha, mengurungkan niatnya memakai sepatu.
“Na’am. Ada apa?”
“Mas, aku boleh nggak pinjem buku Palestine, Emang Gue Pikirin? nya Shofwan Al Banna? Mas kan punya.”
“Apa nggak ada yang punya selain ana? Akhwatnya mungkin?”
“Ada sih, mbak Asma sama mbak Nurul. Tapi dua-duanya udah dipinjem.’
“Selain mereka?”
Rara menggeleng,”Saya nggak tahu lagi.”
Sesaat mereka terdiam, yang terdengar hanyalah gemercik air wudhu dan suara anak-anak yang akan solat dhuha.
“Gimana mas? Boleh?”
“Insya allah besok ana bawakan,”ujar Yusuf akhirnya.
***
“Ini buku yang anti minta. Ana harap buku ini jangan sampai rusak dan tolong cepat dikembalikan,” Yusuf menyodorkan buku yang dipesan oleh rara.
“Thanks, mas. Aku jamin buku mas bakal aman di tangan rara.”Rara menerima buku tersebut dengan hati yang riang. Dalam sekejap ketua Rohis kelas 2 itu sudah menghilang dari pandangan Rara. Bagai lenyap di telan bumi. Duh, nih orang cepet banget ngilangnya.
***
“Bagaimana dengan pematerinya, apakah sudah dihubungi?” Ujar Ikhsan, sang ketua pelaksana dalam rangka Isra’ Mi’raz.
“Alhamdulillah. Kemarin ana sudah menghubungi ustad Ibrahim. Insya Allah beliau mau datang” Habib, koordinator sie humas menananggapi.”
“Syukurlah kalau begitu. Terus untuk sie kegiatan, apakah format acaranya ada perubahan?”
“Nggak. Kita tetap menjalankan rencana sebelumnya. Talk show, lomba cerdas cermat sama pementasan nasyid. Alhamdulillah kemarin kami sudah menghubungi pihak Juctice Voice dan mereka setuju.”Kali ini Amru yang menanggapi. Ikhwan yang satu ini memang sering sekali ditugaskan di sie kegiatan. Mungkin karena kedisiplinannya kali…
“Yang terakhir tapi nggak kalah penting adalah masalah konsumsi. Bagaimana akhwatnya, apakah sudah dipersiapkan?”
“Alhamdulillah. Tinggal tunggu hari H-nya saja,” jawab Asma dari balik hijab.di dalam masjid Haqqul Ilmi itu memang disediakan hijab. Kain pembatas berwarna biru laut itu sengaja dipasang untuk memisahkan jamaah pria dan wanita yang solat di masjid yang memang tidak terlalu luas. Masjid yang sekaligus menjadi sekretariat Rohis.
“Barangkali dari akh Yusuf ada yang ingin disampaikan?”
Yusuf menggeleng,”Nggak, semuanya sudah jelas.”
“Oke kalau begitu. Ana mengharapkan kerja sama yang baik dari semua pihak. Ana berharap kegiatan ini bisa berjalan dengan lancar. Akhirul kalam wasssalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.” Rapat pun usai.
“Mas Yusuf !” Rara menghampiri yusuf yang baru keluar dari masjid. Serentrak para ikhwan langsung “GB”gadhul bashar.
“Makasih banget ya mas sudah minjemin aku buku. Isinya bagus banget. Aku sampai kagum sama penulisnya. Si Shofwan emang bener-bener hebat, ya. Bisa memaparkan peristiwa di Palestina secara detail. Sekali lagi makasih ya, mas. ”
“Wa iyyaki,” Yusuf menerima buku yang diberikan Rara. Dalam sekejap gadis itu sudah kembali ke “alamnya”
“Hati-hati, Akh, setan itu sangat cerdik melenakan manusia,”Ikhsan me’warning’ sahabatnya semenit setelah Rara pergi.
“Maksud anta ?” Tanya Yusuf tak mengerti.
“Bukannya ana su-udzon. Tapi ana rasa, Rara punya perasaan lain ke antum, dia suka sama antum.”
“Astagfirullah.”
“Ana nggak ingin dakwah yang kita lakukan dikotori Virus Merah Jambu. Apalagi antum kan ketua Rohis. Jadi, berhati-hatilah !”
Ya Allah…ampunilah hamba. Sungguh, hamba tidak menyangka kalau semuanya akan seperti ini.
*****
Sejak itu Yusuf berusaha menghindari Rara. Bukan bermakud apa-apa. Dia berharap dengan cara itu, VMJ yang mengkontaminasi Rara sedikit demi sedikit hilang.
*****
Ciittt…brak! Seorang gadis terpelanting sejauh 2 meter dari trotoar. Tubuhnya membentur aspal, sedangkan sepeda motor yang tadi dikendarainya ringsek. Tangan dan kaki gadis itu terluka, darah segar mengucur deras. Sedang Panther yang menabraknya tadi sempat berhenti. Tapi semenit kemudian pengemudi Panther tersebut langsung tancap gas, menyisakan kepulan asap dari knalpot sementara gadis itu tengah terkapar.
Orang - orang yang melihat kejadian itu berlari menuju tempat peristiwa, ingin melihat kejadian yang sebenarnya.
“Masya Allah…”
“Dasar sopir sialan!”Seorang bapak berbaju merah mengumpat.
“Brengsek!”
“Keterlaluan!”
“Keparat!”Sumpah serapah keluar dari mulut orang-orang yang berkerumun
Itu. Suasana menjadi gaduh.
“Sudah, Pak, jangan mengumpat terus. Gadis ini harus segera kita tolong!” Seorang pria paruh baya menyela. Ia melepaskan helm teropong yang dikenakan gadis itu.
“Aduh…ah…”gadis itu merintih.
“Alhamdulillah, mbaknya masih sadar.”
“Panggil mobil ambulans atau cari tumpangan buat membawa mbak ini ke rumah sakit!”
“Itu ada mobil!”Seru seorang ibu-ibu sambil menunjuk sebuah Kijang yang melaju ke arah mereka. Seorang pemuda menghentikan kijang tersebut.
“Mas…stop mas, stop…!”
Kijang itu berhenti.
“Ada apa, Mas?”
“Ada kecelakaan. Bisa numpang mobilnya nggak? Mau ke rumah sakit”
“Masya Allah…”
Beberapa pemuda segera turun dari mobil, menuju kerumunan.
“Astaghfirullah…Rara!”Pemuda yang ternyata Yusuf itu tercekat.
“Mas kenal sama mbaknya?”Pria yang tadi melepaskan helm rara bertanya
“Iya pak. Dia adik kelas saya.”
“Wah, kebetulan kalau begitu. Ayo segera diangkat!”Pria itu memberi komando. Dibantu oleh beberapa orang, Yusuf, Ikhsan dan Amru segera menggotong tubuh Rara.
“Aaahhh, aduh….” Rara merintih.
“Hati-hati. Pak.”
“Mas Yu…suf ?”Rara bertanya dengan suara yang lirih.
“Ya, ini ana. Anti jangan banyak bergerak!”
“Aaahhhh …” Rara merintih kesakitan. Tapi sejenak kemudian dia tersenyum.
“Mas Yusuf…sebenernya….. Saya suka sama mas….”
“Astagfirullah !”
***
Written by hestee
(070107, pagi yang padat,08.41)
1 Feb 2008
“GB” Series
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 Comments:
Post a Comment