Ada hakikat syar’i yang sudah diketahui seluruh ikhwah aktivis Islam tanpa kecuali, yaitu berbakti kepada kedua orang itu kewajiban agama paling penting dan durhaka kepada keduanya dosa besar. Mereka juga tahu wasiat yang disebutkan Al-Qur’an secara berulang-ulang dan mendorong mereka berbuat baik kepada kedua orang tua serta peringkat berbuat baik kepada kedua orang tua itu lebih tinggi dari peringkat perintah untul adil. Bahkan, Allah Ta’ala menyandingkan perintah berbuat baik kepada orang tua dengan perintah beribadah kepada-Nya, di firman-Nya,
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kalian jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kalian berbuat baik pada ibu bapak kalian dengan sebaik-baiknya.” (Al-Isra’: 23).
Allah Ta’ala melarang seseorang berkata kepada salah seorang dari kedua orang tuanya, “Ah,” apalagi perkataan lebih dari itu.
Faktanya, masih ada sebagian aktivis yang belum lama beriltizam dengan Islam tidak menunaikan kewajiban ini, berbakti kepada orang tua, dengan baik. Mereka bukan saja tidak berbuat baik kepada orang tuanya. Lebih dari itu, mereka tidak adil terhadap keduanya, bahkan durhaka kepada keduanya. Kadang, ada aktivis Islam yang berkata kasar kepada ayahnya, atau menginggikan suara di atas suara ayahnya, atau tidak taat kepadanya dalam hal-hal wajib dan mubah, atau mengumpat ibunya, atau membentak dan mencelanya.
Khusus untuk mereka, saya katakan, sesungguhnya berbakti kepada kedua orang tua itu kewajiban agama, seperti halnya kewajiban berdakwah, amar ma’ruf nahi munkar, jihad, dan shalat. Dan, durhaka kepada orang tua itu dosa besar dan tidak lebih kecil dosanya dari dosa zina, mencuri, dan dosa-dosa besar lainnya. Bisa jadi, durhaka kepada kedua orang tua lebih berat bobotnya daripada dosa-dosa besar. Akhi, kenapa Anda memilah-milah Islam? Anda terima sebagian ajarannya dan tolak sebagian lain? Padahal, Anda lantang mengecam orang-orang sekuler, dengan berkata keras kepada mereka,
“Apakah kalian beriman kepada sebagian Al-Kitab (Taurat) dan ingkar kepada sebagian lain?” (Al-Baqarah: 85).
Kenapa Anda melarang sesuatu, lalu Anda sendiri mengerjakannya? Seorang penyair berkata,
“Anda jangan melarang salah satu akhlak, kemudian Anda mengerjakan kebalikannya Ini aib besar jika Anda lakukan.”
Ingatlah bahwa Islam memuliakan orang tua, hingga pada taraf membolehkan Anda membatalkan shalat sunnah, untuk menjawab panggilan ibu atu ayah Anda. Itu terjadi jika salah sati dari keduanya memanggil Anda, tapi Anda sedang shalat sunnah.
Anda harus ingat kisah Juraij,ahli ibadah Bani Israel, dengan ibunya, seperti dikisahkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam yang bersabda,
“Juraij orang ahli ibadah. Ia membangun biara dan menetap di sana. Pada suatu hari, ibunya datang ke biaranya, tapi ia sedang shalat. Ibunya berkata, ‘Juraij!’ Juraij berkata, ‘Tuhanku, ibuku memanggilku, tapi aku sedang shalat?’ Juraij memilih meneruskan shalatnya, lalu ibunya pulang. Besoknya, ibu Juraij datang lagi, tapi lagi-lagi Juraij sedang shalat. Ibunya memanggil, ‘Juraij!’ Juraij berkata, ‘Tuhanku, ibuku memanggilku, tapi aku sedang shalat?’ Juraij memilih meneruskan shalatnya, karena itu, ibunya memilih pulang. Esoknya, ibu Juraij datang lagi, tapi Juraij sedang shalat seperti dua hari sebelumnya. Ibu Juraij memanggil, ‘Juraij!’ Juraij berkata, ‘Tuhanku, ibuku memanggilku, tapi aku sedang shalat?’ Juraij lebih senang meneruskan shalatnya. Karena kesal, ibu Juraij berkata, ‘Ya Allah, jangan matikan Juraij, sebelum ia melihat wajah pelacur.’
Suatu ketika, orang-orang Bani Israel ngobrol membahas Juraij dan ibadahnya. Saat itu, ada wanita cantik sekali dan tidak ada tandingannya ketika itu. Wanita itu berkata, ‘Jika kalian mau, aku sanggup menggoda Juraij.’ Lalu, wanita itu menemui Juraij, tapi Juraij tidak bergeming untuk melihatnya. Setelah itu, wanita itu pergi menemui penggembala yang biasa tinggal di biara Juraij, lalu menggodanya. Penggembala itu pun menggauli si wanita, lalu si wanita hamil. Usai melahirkan anaknya, wanita itu berkata, ‘Ini anak Juraij.’ Orang-orang Bani Israel mendatangi Juraij, menyuruhnya turun, menghancurkan biaranya, dan memukuli Juraij. Juraij berkata, ‘Apa-apaan ini?’ Orang-orang Bani Israel menjawab, ‘Engkau telah berzina dengan wanita pelacur ini, hingga ia melahirkan anak.’ Juraij berkata, ‘Mana si jabang bayi?’ Orang-orang Bani Israel mendatangkan si bayi kepada Juraij, lalu Juraij berkata, ‘Izinkan aku shalat.’ Juraij pun mengerjakan shalat. Usai shalat, Juraij datang ke tempat bayi dan menekan perutnya, dengan berkata, ‘Nak, siapa sebenarnya ayahmu?’ Si bayi menjawab, ‘Penggembala itu.’ Orang-orang Bani Israel langsung menciumi Juraij dan berkata, ‘Kami akan membangun biara dari emas untukmu.’ Juraij berkata, ‘Tidak usah. Bangunlah biara dari tanah seperti sebelumnya.’ Mereka pun mengerjakan perintah Juraij.” (Diriwayatkan Al-Bukhari, Muslim, dan Ahmad).
Juraij mengerjakan salah satu shalat sunnah dan menolak membatalkannya, untuk menjawab panggilan ibunya. Ia menduga meneruskan shalatnya itu lebih baik, daripada menjawab panggilan ibunya dan berbakti kepadanya. Hal itu dikerjakan Juraij, hingga tiga kali di hari yang berbeda. Pada ketiga kejadian itu, Juraij tidak menjawab panggilan ibunya. Karena itu, ibunya mendoakan keburukan untuknya. Allah Ta’ala mengabulkan doa ibunya, untuk mengajarinya pelajaran penting tentang urutan skala prioritas dalam agama Allah Ta’ala. Juga untuk mengajarinya bahwa berbakti kepada orang tua dan berbuat baik kepada keduanya itu lebih baik dan mulia dalam timbangan seorang hamba di akhirat, daripada sekedar shalat sunnah. Karena urgensi besar ini yang perlu diketahui Juraij, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mengajarkannya kepada umat beliau, sebagai bentuk yang ungkapan kasih sayang beliau kepada mereka, agar mereka, terutama orang-orang shalih, penegak agama, dan orang-orang selevel dengan Juraij, tidak melakukan kesalahan yang dulu dikerjakan Juraij. Sebab, hukuman bagi mereka lebih berat dari orang-orang yang levelnya lebih rendah dari level mereka.
Untuk ikhwah aktivis Islam yang tidak berbuat baik kepada orang tuanya juga saya katakan, ingatlah Uwais Al-Qarni, salah seorang generasi tabi’in yang pernah disabdakan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam kepada dengan Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu,
“Aku datang kepada kalian Uwais bin Amir bersama pasukan bantuan Yaman dari suku Murad dan Qarn. Tadinya, Uwais mengidap penyakit kusta, lalu Allah menyembuhkannya, kecuali kusta sebesar dirham. Ia punya ibu dan dan ia berbakti kepadanya. Jika ia bersumpah dengan nama Allah, maka Allah pasti mengabulkan sumpahnya. Jika engkau dapat minta dia memintakan ampunan untukmu, maka kerjakan.” (Diriwayatkan Muslim dan Abu Nu’aim).
Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu selalu menanyakan kabar Uwais Al-Qarni setiapkali pasukan bantuan Yaman datang, hingga akhirnya bertemu dengannya. Ringkas cerita, Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu berkata kepada Uwais Al-Qarni, “Mintakan ampunan untukku.’ Uwais Al-Qarni pun memintakan ampunan untuk Umar bin Khaththab.
Akhi, aktivis Islam, coba renungkan derajat tinggi yang diperoleh Uwais Al-Qarni dan betapa tingginya derajat itu! Demi Allah, jika saya menjelaskan ketinggian derajat itu di banyak halaman, maka itu tidak cukup. Cukuplah menjadi catatan kebanggan bagi Uwais Al-Qarni bahwa ia dipuji Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan beliau mengisahkan kisahnya kepada salah seorang sahabat. Bahkan, beliau menyuruh Umar bin Khaththab Radhiyallahu Anhu, yang tidak diragukan pamornya, untuk meninta Uwais Al-Qrani memintakan ampunan baginya. Apakah Anda tidak tahu Umar bin Khaththab, kedudukannya di agama Allah Radhiyallahu Anhu dan sisi-Nya? Selain itu, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa andai Uwais Al-Qarni bersumpah dengan nama Allah Ta’ala, Dia mengabulkan sumpahnya. Lebih dari itu lagi, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam menyuruh para sahabat untuk meminta Uwais Al-Qrani memintakan ampunan untuk mereka jika mereka bertemu dengannya. Di salah satu riwayat versi Muslim disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Siapa di antara kalian bertemu dengan Uwais, hendaklah ia minta Uwais memintakan ampunan untuknya.” (Diriwayatkan Muslim).
Di riwayat lain disebutkan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
“Suruh dia memintakan ampunan untuk kalian.”
Uwais Al-Qarni mendapatkan kedudukan dan tempat setinggi itu, karena ia berbakti kepada ibunya. Mahasuci Allah. Bagaimana seandainya ayah Uwais Al-Qrani masih hidup, lalu Uwais Al-Qarni berbakti kepada keduanya? Ini tentu pelajaran berharga bagi siapa saja yang masih punya hati, telinga, dan mata.
Saya serukan kepada seluruh ikhwah aktivis Islam bahwa orang-orang yang paling berhak menerima dakwah kalian ialah orang tua, keluarga, dan sanak kerabat kalian. Apakah kalian tidak membaca firman Allah Ta’ala,
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.” (Asy-Syu’ara: 214).
Akhi, apakah Anda ingin masuk surga, sementara salah satu dari orang tua Anda masuk neraka? Apakah Anda mau disiksa pada Hari Kiamat, karena tidak mendakwahi orang tua, keluarga, dan sanak keluarga Anda, kepada kebenaran, petunjuk, dan cahaya Islam?
Saya juga menyerukan setiap aktivis Islam untuk bersikap lembut kepada seluruh manusia, lebih khusus kepada orang tua, keluarga dan sanak kerabatnya. Jika Anda melihat salah satu seorang dari orang tua Anda melakukan salah satu kemaksiatan, hendaklah Anda bersikap lembut saat mendakwahinya. Ingatlah, jika Anda melihayt kemungkaran pada orang tua Anda, maka menurut neraca syar’i, Anda hanya diperbolehkan menggunakan pilihan pertama dari tiga pilihan dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Yaitu merubah kemungkaran tersebut dengan perkataan dan itu pun dilakukan dengan lembut dan tidak kasar. Anda hanya diperbolehkan tidak menaati keduanya dalam kemaksiatan. Sedang tidak menaati keduanya sepanjang hidup, hanya karena keduanya tidak mengerjakan salah satu kewajiban agama, maka itu tidak diperbolehkan. Anda harus taat kepada kedua orang tua Anda dalam perkara mubah, sunnah, atau wajib, kendati misalnya keduanya pelaku maksiat atau kafir sekalipun. Anda harus berinteraksi dengan baik kepada keduanya, mengabdi, dan berinfak kepada keduanya jika mampu.
Anda jangan membuat kedua orang tua Anda merasa Anda remehkan atau Anda membuat keduanya merasa sebagai barang buangan di rumah, sedang Anda “raja” tunggal di dalamnya. Lalu, Anda memukul saudara-saudari Anda, karena sebab tertentu atau tanpa sebab, serta sombong kepada mereka, dengan dalih Anda ingin merubah kemungkaran di rumah!
Kadang, sikap Anda seperti itu malah menjadi kemungkaran yang lebih besar, daripada kemungkaran yang masih diperdebatkan ulama. Andai Anda mendakwahi mereka dengan benar dan berdasarkan hati nurani, serta Anda mengajarkan agama kepada mereka, maka urusannya menjadi lancar seperti Anda inginkan atau lebih lancar dari prediksi Anda sebelumnya. Kadang, Anda menemukan, ternyata ada salah satu keluarga Anda yang jauh lebih baik dan lebih dekat kepada Allah Ta’ala daripada Anda.
Menurut pengalaman panjang di kehidupan, saya dapati orang-orang yang durhaka kepada kedua orang tua itu tidak bertahan lama di atas kebenaran dan hanya “melangkah” beberapa langkah di salah satu gerakan dakwah. Tidak lama setelah itu, ia tergoda oleh dunia dan berjalan terlalu jauh dari dunia dakwah. Barangkali, penyebabnya, wallahu a’lam, bahwa siapa tidak punya kebaikan pada kedua orang tuanya, yang menjadi penyebab keberadaannya di dunia, maka ia tidak punya kebaikan di Islam dan gerakan dakwah. Dai dan level qiyadah di gerakan dakwah harus bertanya kepada kader-kader di bawah mereka tentang hubungan mereka dengan orang tua dan keluarga mereka, serta enjoy mengamalkan firman Allah Ta’ala,
“Hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (Al-Isra’: 23)
Sebab, jika kemaksiatan seperti maksiat durhaka kepada orang tua itu tersebar luas maka meruntuhkan gerakan dakwah secara keseluruhan, menjadi pemicu Allah Ta’ala marah kepada mereka, dan turunnya kemurkaan-Nya. Kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari itu semua.
Alhamdulillah, dalam kehidupan sehari-hari, kita perhatikan adanya hubungan akrab dan harmonis antara ikhwah aktivis Islam dan usrah (grup) mereka masing-masing. Setiap aktivis mencintai dan menghormati saudaranya sesama aktivis. Kita juga lihat sebagian besar usrah aktivis bisa beriltizam dengan Islam dan ajaran-ajarannya, dalam tempo waktu satu atau dua tahun. Bahkan, kira perhatikan di antara anggota usrah itu ada aktivis yang lebih kuat iltizam dan komitmennya dari aktivis lainnya. Ini kelebihan yang diberikan Allah Ta’ala kepada siapa yang dikehendaki-Nya.
Ingatlah, bukan saja aktivis Islam yang sanggup tegar di atas kebenaran. Di sini, saya ingin bersaksi dengan jujur bahwa ayah, ibu, dan istri aktivis Islam itu juga menanggung beban penderitaan di jalan Allah Ta'ala selama bertahun-tahun. Mereka menjadi teladan kesabaran, ketegaran, di atas kebenaran, danberdiri setiap hari selama berjam-jam di bawah terik sinar matahari yang membakar di musim panas dan terkena hujan di musim hujan. Mereka merasakan penderitaan dan kesulitan yang lebih berat dari yang dialami aktivis Islam. Mereka menunggu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun dan sabar berpisah dengan anak-anak dan suami mereka. Mereka rela tidak makan enak, untuk mereka berikan kepada anak-anak mereka. Kadang, sebagian dari mereka tidur dalam keadaan lapar. Mereka sabar dan mengharapkan keridhaan Allah Ta’ala dalam menjalani itu semua. Orang tua dan istri aktivis melakukan jihad agung, yang tidak kalah –atau malah lebih besar-dengan jihad anak-anak dan suami-suami mereka. Keteguhan dan kesabaran para orang tua dan istri aktivis berpengaruh kuat pada ketegaran anak-anak dan suami mereka di atas kebenaran dan menanggung penderitaan di jalan Allah Ta’ala.
1 Feb 2008
Berbakti Pada Orang Tua itu Wajib
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 Comments:
Post a Comment