Namaku Diva, aku hanya seorang siswi di SMA Negeri Kasih Bunda yang kebetulan saja merupakan personel dari sebuah band lokal beraliran rock yang lagi naik daun. Aku seorang vokalis yang merangkap sebagai bassis dalam band itu. Bandku bernama DeJaVu, dan memiliki 5 personel. DeJaVu memiliki dua vokalis, yaitu aku dan Alfa. Gitar dipegang oleh Ferre dan Febri, drum dipegang Gio. Alfa merangkap sebagai keyboardis. Walaupun band kami baru saja 2 tahun berdiri, tapi sudah terkenal. Kami sering mendapat order untuk manggung. Kami berlatih selama 2 kali seminggu. Tapi, kalau kami mendapat orderan, kami akan meningkatkan frekuensi latihan kami. Oh ya, aku satu-satuya personel cewek dan masih duduk di bangku SMA. Tapi itu nggak masalah buat aku karena teman-teman band-ku semuanya baik sama aku dan tidak pernah mempermasalahkannya. Walaupun aku tergabung dalam sebuah band yang sering manggung di sana-sini, sekolahku tetap berjalan lancar. Bahkan aku masih sempat untuk ikutan beberapa ekskul di sekolahku. Selain itu aku juga masih punya waktu untuk mengikuti bimbel. *** Suatu hari DeJaVu mendapat order manggung di kafe “ Angel’s Wings”. Tentu aja kami semua senang. Honor yang didapat lumayan gede sih. “ Guys, kita harus latihan lebih sering, biar nanti kita nggak malu-maluin pas kita manggung. Ok!” Alfa menyemangati kami. “ Siii….pppp,” kompak kami menjawab. Akhirnya tibalah hari yang dinantikan, 9 Oktober. Kami semua menyiapkan segalanya. Ferre, Gio, Alfa, dan Febri menyiapkan kostum mereka dan merias wajah masing-masing. Khusus untuk aku, ada tukang rias sendiri. Walaupun aku cewek, aku nggak pernah bisa dalam urusan make-up dan rias wajah. Aku tuh paling males kalau disuruh pake make – up, paling cuma pake bedak udah cukup. Tok…Tok…Tok…“Diva, dah selesai belum?” suara Alfa dari balik pintu. “ Bentar, Fa,” jawabku dari dalam.. Beberapa menit kemudian aku telah siap, aku menemui Alfa yang menungguku di depan pintu. “ Yuk, Fa!” ajakku. Sekilas ia menatapku, kemudian kami keluar menuju halaman, dimana temen – temen kami sudah menunggu. “ Duh, Tuan Putri kok lama banget sih?” celetuk Febri. “ Sorry deh,” ucapku sambil tersenyum. Kami semua kemudian berkumpul dan berdoa bersama. Kemudian kami naik mobil yang telah disediakan. “ Div, kamu ikut mobilku aja,” ucap Alfa tepat saat kakiku naik mobil yang mengangkut peralatan kami. “ Nggak Fa, aku disini aja. Mobil kamu “ Nggak kok, di jok depan “ Udah deh Div, kamu ikut sini aja, yuk,” ucap Alfa sedikit memaksa. Mau nggak mau aku ikut Alfa. Aku mengekor Alfa menuju Avanza - nya. Setelah aku masuk, Alfa menghidupkan mesin mobilnya. Alfa melarikan Avanza – nya dengan kecepatan sedang. Ferre, Febri, dan Gio asyik bercanda dan tertawa – tawa. Selama perjalanan aku sibuk memainkan hp-ku. Sesekali Alfa menoleh padaku dengan pandangan heran. “ Fa, sekarang hari apa?” tiba – tiba aku bertanya. “ Selasa. Memangnya kenapa?” Alfa mengernyitkan keningnya. “ Lho, Diva bukannya hari ini jadwal kamu untuk bimbel?” Febri menimpali. Aku hanya mengangguk,bingung. “ Gimana donk?” tanyaku panik. Ketiga cowok di jok belakang saling bertukar pandang dan kemudian mereka menggeleng berbarengan. Sedangkan Alfa membuka dashboardnya dan mencari sesuatu di “ Tolong kamu liat jadwal kita,” ucap Alfa, perhatiannya tertuju lurus ke depan. Aku menerima kertas dari Alfa dan melihatnya dengan seksama. Barangkali ada pemecahan di “Kita mulai jam 14.30 sampai jam16.45. Trus kita break sampai jam 20.00. Bener?” Alfa mencoba memastikan. Aku hanya mengangguk. “ Kita Ferre, Febri, dan, Gio mengangguk setuju dan mengiyakan saran dari Alfa. Tapi, aku ragu. Aku bingung. Memang bisa, tapi untuk ke tempat bimbel aku harus pakai apa? Alfa menyadari diriku yang masih kebingungan. “ Aku ntar yang anterin kamu ke tempat bimbel. Nggak boleh nolak,” ucap Alfa menjawab pertanyaan yang berseliweran di kepalaku. Aku langsung menoleh menatapnya heran. “ Kenapa?” tanya Alfa yang merasa tidak nyaman kutatap seperti itu. “ Kok tahu?” aku balik tanya. “ Tahu apa?” tanya Alfa tidak mengerti. “ Oh.. keliatan kok dari raut muka kamu. It’s written all over your face,” lanjut Alfa sambil nyengir. Aku tercenung mendengar jawaban dari Alfa. Sedetik kemudian aku tertawa kecil menyadari kepolosanku. Akhirnya kami semua menikmati perjalanan kami menuju tempat kami manggung. Kami tiba di tujuan tepat pada waktunya. Setelah breafing beberapa menit, kami langsung menuju panggung dan tampil performa selama dua jam lebih. Tibalah saat istirahat. Semuanya terlihat santai karena lelah, kecuali aku dan Alfa yang harus segera cabut ke tempat bimbelku. “ Fa, beneran nggak papa?” aku masih belum yakin atas saran Alfa tadi. “ Bener kok, kamu nggak ngerepotin,” Alfa tersenyum meyakinkan aku. Kami berdua kemudian menuju Avanza hitam metalik milik Alfa. Aku merasa canggung banget, abis biasanya “ Thanks banget,” aku buka suara, abis kalau diem terus “ For what?” Alfa menoleh sekilas. “ Everything,” jawabku singkat. Alfa tersenyum dan mengangguk. Suasanapun mencair, tidak tegang seperti tadi. Kami saling bercanda dan tertawa. Tiba – tiba Alfa mengerem mobilnya, ia kemudian menatapku sambil tersenyum. Aku bingung kenapa kok dia menghentikan mobilnya. Alfa hanya geleng – geleng kepala melihat wajahku yang penuh dengan sejuta tanda tanya. “ Udah nyampek, Non,” Alfa kemudian angkat bicara. Aku kaget banget, lamgsung aku memandang sekitarku. Oh…. Ya, memang sudah sampai. Aku grogi, aku nggak mau keluar.Aku malu kalau harus keluar dengan penampilan kayak gini. Kostumku semuanya hitam, dari baju, celana, sampai sepatu pun juga hitam. Belum lagi ditambah make – up yang ada di wajahku. Bedak yang lumayan tebel, bibirku terlihat basah akibat lipgloss, dan eyeliner warna hitam yang ada di sekitar mataku. Dengan dandanan seperti itu aku tidak terlihat seperti orang yang akan ikut bimbel, tapi lebih mirip orang yang akan manggung. Lagi – lagi Alfa bisa menebak apa yang ada dalam benakku. Ia mencoba meyakinkan aku, dan membujukku agar aku mau masuk tanpa harus berganti baju dulu. “ Nggak bakal keburu kalau kamu ganti baju. Udahlah percaya deh, kamu cantik kok, Div,” Alfa berusaha membesarkan hatiku. “ Percuma cantik kalau saltum,” aku masih ragu. Alfa terus – menerus mencoba mebujukku agar aku mau turun. Akhirnya aku menurut juga. Aku turun dari mobil dan kututupi wajahku dengan bukuku. Alfa berusaha keras agar tawanya tidak meledak melihat gelagatku. “ Ntar aku jemput kamu, jam 19.25 aku dah nyampek sini,key,” Alfa kemudian menghidupkan mesin mobilnya dan melambaikan tangannya. Aku mendengar tawanya meledak sesaat setelah ia menutup kaca jendelanya. Aku hanya merengut melihat kepergiannya. Aku merutuk dalam hati, orang lagi bingung malah diketawain. Dasar nggak berperasaan. Kulangkahkan kakiku dengan ragu – ragu. Aku merasa seolah seluruh mata yang ada disana memandangku dengan pandangan penuh tanya. Sedetik kemudian aku mempercepat langkahku menuju ruanganku. Kubuka pintu perlahan dan melangkah masuk. Awalnya memang berjalan seperti biasa. Tapi setelah aku benar – benar masuk ke dalam ruangan itu, seluruh mata memandang diriku dari atas ke bawah. Sapuan ala Manhattan ditujukan kepadaku oleh semua orang. Untung saja dari awal aku sudah menutupi wajahku dengan bukuku. Sedetik kemudian aku langsung menuju bangku kosong dan langsung duduk bersikap seolah aku nggak peduli. Tapi…mukaku merah banget… Semoga saja nggak diabsen, karena kalau diabsen pasti mereka semua bakalan tahu siapa aku. Duh…aku nggak bisa tenang. Akhirnya, bel pulang berbunyi. “ Halo!” aku setengah berteriak karena gugup. “ Nggak usah teriak donk, Non,” jawab suara diseberang. “ Sorry dory mory rasa strawberry pake vanili. Aku nggak bermaksud,” aku merasa nggak enak. “ Never mind. By the way, kamu masih lama nggak?” tanya Alfa. “ Tergantung,” “ Tergantung apa?” tanya Alfa penasaran. “ Lama nggaknya kamu nelpon aku,” sungutku sebal. Karena dari tadi aku telpon ada beberapa mata yang terus - terusan memandangku. Kenapa sih mereka nggak pulang aja. Biasanya “ Ups, ya udah aku tutup ya, kamu cepet kesini,” Alfa menutup telponnya. Begitu telpon tertutup, aku langsung melangkah keluar untuk segera menmui Alfa. Dia pasti sudah lama nungguin aku. “ Diva!” seorang cowok berkacamata menarik tasku. Hhh…lagi – lagi halangan untuk segera kabur. Aku menghentikan langkahku, tapi aku tetap menatap pintu yang ada di depanku. Aku nggak berani menoleh sedikitpun. “Div, kamu ngapain kok pake baju kayak gini?” tanya Vicky, Si kacamata. “ It’s none of your business. Sorry,” aku berkata pelan. Di ruangan itu hanya ada 4 orang, semuanya sudah pulang. Aku, Vicky, Jo, dan Galih. Praktis, di ruangan itu aku cewek sendirian. Kini, Vicky telah ada di depanku. Dia melihatku dari atas ke bawah kembali ke atas lagi. Kenapa sih semua orang hari ini memberiku Sapuan ala “Vick, sorry I have to go,” aku sudah nggak tahan lagi, aku pengen cepet kabur dari tempat ini. Please, somebody help me… “ Kamu mau nggak nonton konser DeJaVu sama aku?” Vicky berkata datar. Deg! Walaupun nada suaranya datar, hal itu cukup membuat aku makin gugup. Aku takut ketahuan. Semoga dia nggak jadi nonton. “ Sorry, aku nggak bisa,” karena akulah yang manggung, aku menambahkan dalam hati. Aku langsung melangkah keluar. Tepatnya berlari kecil. Aku langsung menghampiri Avanza hitam metalik. Aku tak perduli dengan ketiga cowok itu yang memandangku heran. Aku langsung masuk kedalam. Alfa memandangku cemas, ia menyodorkan botol mineral. “ Thanks,” aku berterima kasih pada Alfa. Ia hanya mengangguk. Aku melihat keluar dari kaca jendela. Ternyata ketiga cowok itu masih memandang ke arah tempat kami berada. Mereka terlihat heran. Tapi, aku tak ambil pusing, yang penting aku sudah bisa kabur. “Yuk, Fa,” ajakku pada Alfa agar segera menjalankan mobilnya. Fiuu..hh leganya.. *** “ Guys, ternyata waktu cepat berlalu. Sebagai penutup acara kita dengarkan lagu terakhir dari De Ja Vu dengan Con Lo Bien Que Te Ves,” suara MC mempersilahkan kami untuk menyanyikan lagu penutup. Terdengar applaus yang meriah dari penonton. Tepat jam 21.00 acara selesai. Kami berhigh–five di belakang panggung. Capeknya…tapi, aku puas dengan penampilan kami. “ Minum dulu,” aku menyodorkan botol mineral dan sapu tangan kepada Afa yang terlihat kecapekan. “ Fa, aku pulang dulu ya. Aku harus istirahat, besok “ Sama siapa?” tanya Alfa. “ Bareng Febri. Rumah kami “ Naik Satria?” tanya Alfa lagi. Kok aku diinterogasi ya? Aku hanya mengangguk lalu melangkah pergi. Emangnya aku teroris apa? Pake diinterogasi segala? “ Diva! Aku anterin kamu,” teriak Alfa lalu menyambar jaketnya. “ Nggak, rumah kamu ama rumahku “ Nggak boleh!” Alfa maksa. “ Aku lagi pengen naik motor,” aku keukeuh dengan pendirianku. “ Stop. Pasangan serasi kok bertengkar? Nggak boleh tuh,” tiba –tiba Febri nyeletuk. Kontan, aku dan Alfa menoleh ke arahnya. Dan kami berdua memeletkan lidah. “ Enak aja pasangan serasi!” sungut kami bersamaan. Menyadari hal itu, kami tiba tiba terdiam. Mukaku merah banget. “ Pokoknya aku anterin kamu. Dah jangan bawel,” ucap Alfa setengah memaksa. Ia langsung ngeloyor sebelum aku sempat membuka mulut untuk membalasnya. Mau pulang aja kok mesti repot. Hhhh…SEBEL. *** “ Hai…kok ngelamun sendirian, ntar kesambet loh,” Alfa mengagetkanku. “Eh..kamu lagi. Kalo punya hobby tuh yang bagusan dikit kenapa sih? Hobby kok ngagetin orang? Dasar cowok aneh,” aku berakting sebal. Alfa hanya tertawa kecil dan langsung duduk di sebelahku tanpa permisi. “Aku tadi teringat kejadian 3 tahun yang lalu. Ternyata DeJaVu masih bertahan sampai 5 tahun. Semoga saja bisa bertahun – tahun lagi,” kataku menerawang. “ Doo…rrr!!” Alfa ngagetin aku lagi, ia langsung kabur. “ ALFA!!! DASAR COWOK ANEH!!!” teriakku sambil memburunya. *********
17 Jun 2008
PUZZLE OF MY LIFE
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)
0 Comments:
Post a Comment